Pengadilan Cinta - Cerpen Karya Rista Damu
PENGADILAN CINTA
Rista Damu* |
Cinta, tatapan yang sangat menggairahkan, dimiliki oleh semua insan sebagai kerinduan namun menyakitkan sebagai yang menjauh. Aku diam dalam kebingungan. Hatiku tak menahan rasa untuk mengetahui. Apakah kau masih mencintaiku di sana? Tiada menjawab, hanya keheningan yang tercipta. Cinta, kau telah menyikapkan padaku hal yang belum pernah kutemui pada beribu hati yang pernah singgah. Seakan hari ini memberi nuansa kegembiraan yang semu.
Nober, aku masih mencintaimu di sini. Tanganmu yang hangat, jemarimu yang pernah kusentuh. Tawa itu, senyum itu, mengalun indah membahana. Kuingin saat ini kau ada di sini, walau hanya sebentar. Kaulah sosok lelaki yang mampu mengusir kesunyian sampai aku tak terjerat kekosongan. “hahahaha....gadisku, kau belum sempat berada dalam mobil itu, kok udah pusing? Katanya, sambil melengkungkan bibir selebar dunia. “ini penyakitku, aku kampungankan?.
Kata teman-temanku juga, aku kampungan” jawabku sambil tersipu malu. Banyak orang yang mabuk karena minumam keras, tapi aku mabuk perjalanan. "Ya...itu salah satu alergi saya” desahku dalam hati. Di terminal cinta itu aku menyandarkan kepalaku pada bahunya yang empuk. Dia membelai mesra rambutku, menyentuh sebentar rambutku dengan sentuhan hangat bibirnya.
Nober, apakah kau baik-baik saja di sana? Alunan detik, menit, jam kuluangkan untuk melihat kembali foto-foto hitam putih yang masih tersimpan rapi di saku celanaku. Kau begitu gagah dengan kaus putih yang dikenakaan saat kita berada di bibir pantai. Kita menghadap laut biru dengan satu tatapan, menikmati suara ombak yang terdengar syahdu saat pecah di bebatuan. Nober, saat ini ingin kucium bibirmu, bercumbu rayu, bercanda tawa. Tapi kau telah pulang.
Baca Juga Karya Rista Lainya: Sajak Ibu-Kumpulan Puisi Rista Damu
Air mata membening di pusaran kelopak, menelanjangi kelemahanku. Aku berekelana suasana yang tak berujung kepastian waktu. Kau mencampakan cintamu padaku, kau tinggalkan aku untuk menggapai cita-citamu. Apakah aku mampu? Tidak Nober, aku enggan untuk mejalani kisahmu yang kau titipkan. Aku bodoh sudah mencintaimu, bosan kian menyapaku, lelah sembari merasuki jiwaku. Pada akhirnya engkau telah pulang.
Juni bersemi, hari ini tepat satu tahun yang lalu kau pergi menghadap pengadilan surgawi. Namun, kenanganmu masih ada bersamaku, meskipun aku bertahan pada serpihan rasa yang telah tercecer dalam balutan ingatan. Aku memang sangat mencintaimu, tapi aku sadar akau tak bisa menggapaimu. Tuhanku aku berseru padamu;
Di penghujung cerita duka
Kepergian telah menjemputmu
Aku lalui sakit tak terobati
Kemelut kesedihan
Siang malam hanya sisa air mata.
Tuhanku...
Noberku telah kau panggil pulang
Cintamu datang begitu cepat untuknya
Aku belum sempat seranjang dengannya
Membelai indah tubuhnya
Menyipakan hidangan kesukaannya
Tapi itu hanya balutan ingatanku
Pengadilan surgawi, itu kuasamu.
Ruteng, 01 Juni 2019
* Penulis adalah alumni STKIP Santu Paulus Ruteng (Sekarang Universitas Katolik Indones), Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Selama kuliah beliu giat dalam mengikuti kegiatan sast. Sekarang beliau masih aktif di bberapa komunits sasra di Ruteng dan sering membawakan musikalisasi puisi.
Good😍
BalasHapusserasa berada dalam lautan rasa...
BalasHapusTerima kasih
Hapusserasa berada dalam lautan rasa...
BalasHapusserasa berada dalam lautan rasa...
BalasHapus