PENTINGNYA PENGETAHUAN BERBAHASA PADA GURU BAHASA INDONESIA
PENTINGNYA PENGETAHUAN BERBAHASA PADA GURU
BAHASA INDONESIA
(Klaudius Marsianus Juwandy)
Berbicara
tentang pendidika tentunya tidak terlepas dari peran seorang guru. Guru
merupakan salah satu aspek penting dalam proses pendidikan. Begitu besarnya
peran seorang guru dalam proses pendidikan serta perkembangan peserta didik
menuntut guru untuk bekerja secara maksimal.
Menurut UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;
seorang guru harus memiliki empat kompetensi. Salah satu kompetensi yang wajib
dimiliki oleh seorang guru adalah kompetensi profesional. Kompetensi ini
berkaitan dengan kemampuan seorang guru dalam mengikuti perkembangan ilmu serta
mendalami bidang ilmu yang digelutinya.
Kompetensi
ini menjadi sangat penting dan harus dimiliki oleh seorang guru termasuk guru
bahasa indonesia. Hal ini sangat penting karena salah satu aspek untuk berhasil
atau tidaknya seorang peserta didik melalui kompetensi pedagogik seorang guru.
Tingkat ketergantungan peseta didik terhadap guru mejadikan guru harus mampu
mengembangkan serta bekerja keras dalam menekuni bidangnya termasuk guru Bahasa
indonesia.
Guru Bahasa Indonesia yang merupakan guru pengampu mata
pelajaran UN harus bisa mengatasi hal ini. Selama ini guru `Bindo kurang
mempraktekan kemampuan pedagogik dalam proses pembelajaran terutama pada materi
yang berkaitan dengan kebahasaan siswa.
Salah satu
contohnya pada proses pembelajaran Bindo, guru sering memerintahkan siswa untuk
menulis laporan wawncara,menulis surat lamaran dan menulis hikayat ataupun
cerpen. Pada saat proese pembuatan tulisan, guru sering sibuk dengan urusan
pribadi dan tidak membimbing siswa dalam proses pemeblajaran. Hal ini akan
berdampak pada hasil karya siswa yang sangat memprihatinkan jika dikaji dari
ilmu bahasa. Guru hanya membaca,menilai
dan membagikan hasil karya kepada peserta didik. Hal yang menjadi
masalah dalam proses ini ketika guru tidak memberhatikan bahasa yang digunakan
siswa dalam menulis. Siswa sering bahkan cendrung menggukan bahasa yang salah
dalam menulis. Hal ini akan menjadi kebiasaan siswa bahkan sampai ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
Guru cendrung menilai karangan siswa dari aspek hasil
tetapi tidak memperhatikan aspek kebahasaan dalam karangan tersebut.
Contoh yang paling sederhana dalam pembelajarang menulis
adalah guru tidak melihat atau menilai pengunaan huruf kapital dan kata-kata
yang digunakan siswa dalam karangan.
Kata apotik sering
digunakan siswa yang sebenarnya salah. Kata yang seharusnya adalah apotek.
Hal ini
menjadi pukulan telak bagi kinerja guru bahasa indonesia dalam proses
pembelajaran. Guru yang seharusnya menjadi icon pendidikan dalam mencedaskan
kehidupan bangsa justru cendrung memupuk kebodohan dalam diri siswa. Hal ini
pada dasarya bisa diatasi jika guru mampu mengubah model penilaian yang selama
ini cenderung melihat pada aspek hasil bukan proses. Yang mesti digaris bawahi
oleh seorang guru adalah bahwa sesungguhnya tidak ada murid yang bodoh, hanya
saja mereka butuh dorongan serta bimbingan dalam proses pembelajaran. Hal ini
mesti dicermati oleh calon guru Bindo sehingga kultur yang membodohkan peserta
didik bisa diputuskan atau dihilangkan.
Guru
harus mampu meliaht dan mengembangkan kemampuan pedagogiknya dalam proses
pembelajaran. Seorang guru Bindo harus mampu menilai siswa dari proses dan
hasil. Proses ini meliputi penggunaan bahasa yang sering salah di kalangan siswa
sehingga kebiasaan buruk yang sering terjadi pada diri siswa bisa dihilangkan.
Komentar
Posting Komentar